A Pengertian Kaidah Bahasa Hukum. Kaidah bahasa hukum, bila kita artikan kedalam bahasa Arab secara harfiyah ia terdiri dari tiga kata, yaitu kaidah, bahasa dan hukum. Untuk dapat lebih memahami kita dapat menurunkannya dalam masing-masing pengertian katanya. Dalam bahasan Arab kaidah merupakan arti dari kata qa’idah yang merupakan
Artikel ini membahas mengenai pengertian, jenis dan contoh qiyas dan ijma dalam dunia hukum islam. Qiyas dan Ijma’ menjadi salah satu dasar untuk hukum islam sejak dahulu sampai sekarang. Pernah mendengar istilah ijma dan qiyas sebelumnya? Istilah ini bagi kalangan ulama tentu bukan istilah asing, bahkan sering diterapkan dalam menyelesaikan beberapa persoalan. Namun bagi masyarakat awam penggunaan kata ini belum familiar, apalagi di Indonesia memang bukan negara Islam. Masyarakat di sekitar pondok pesantren kemungkinan besar juga paham betul dengan kedua istilah ini. Istilah baik ijma maupun qiyas pada dasarnya adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Yakni Al Quran dan Al hadits . Daftar Isi 1Sekilas Tentang Dasar Hukum Islam Pengertian Ijma 1. Imam Al Ghazali 2. Imam Al Subki 3. Ali Abdul Razak 4. Abdul Karim Zaidah Jenis dan Macam-Macam Ijma 1. Ijma Al Sarih 2. Ijma Al Sukuti Contoh Ijma Pengertian Qiyas 1. Abdul Wahab Al Khallaf 2. Romli 3. Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani 4. Syaikh Muhammad al Khudari Beik Rukun QiyasJenis dan Macam Qiyas 1. Qiyas Illat 2. Qiyas Dalalah 3. Qiyas Shabah Contoh Qiyas Pertanyaan Terkait Qiyas dan Ijma’Rekomendasi Buku Agama Islam Sekilas Tentang Dasar Hukum Islam Al Quran dan Al hadits sejak zaman kepemimpinan Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW sudah digunakan sebagai sumber hukum Islam. Segala persoalan yang terjadi pada masa tersebut bisa ditemukan solusinya dalam Al Quran maupun Al hadits . Pertama, orang akan mencari hukumnya di Al Quran, jika tidak ada baru ke Al hadits . Bagaimana jika di keduanya juga tidak ada? Maka para sahabat Nabi pada masa tersebut akan langsung bertanya kepada Nabi. Sehingga masalah apapun bisa diselesaikan, namun ketika Rasullallah SAW wafat maka persoalan kemudian muncul. Sebab saat dijumpai suatu permasalahan yang tidak ada dasarnya di Al Quran maupun hadits . Maka umat muslim kesulitan untuk mencari sumber hukum yang adil, sebab tidak ada lagi tempat bertanya. Maka mulai berkembanglah sumber hukum lain yang mampu mengatasi permasalahan hukum yang tumbuh semakin kompleks. Yakni ijma dan qiyas tadi. Ijma maupun qiyas kemudian melengkapi sumber hukum selain Al Quran dan Al hadits . Diperkirakan kemunculan kedua sumber hukum ini adalah pada masa kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan di masa kepemimpinan Utsman bin Affan. Dilansir dari berbagai sumber, jauh sebelum ijma dan qiyas diterapkan. Umat muslim pada masa kepemimpinan Abu Bakar sampai Utsman tidak mengalami kendala. Hal ini menunjukan bahwa Al Quran dan Al hadits sudah lebih dari cukup dalam menyelesaikan berbagai permasalahan umat muslim. Namun seiring berjalannya waktu, kedua sumber hukum utama dalam Islam ini kemudian terasa tidak cukup. Sebab permasalahan semakin kompleks, dan ditunjang pula oleh perbedaan pendapat yang semakin sengit di masanya. Jika dulunya Al Quran dan Al hadits cukup, bisa karena memang umat muslim masih sedikit dan luas penyebaran umat muslim juga belum begitu luas. Sehingga permasalahan masih terbatas dan perbedaan pendapat pun belum terlalu meruncing. Melalui penjelasan diatas tentunya bisa disimpulkan bahwa ijma dan qiyas merupakan dasar hukum Islam selain Al Quran dan Al hadits . Lalu, apa yang dimaksud dengan ijma maupun qiyas? Pertama, mari bahas dulu mengenai ijma. Ijma secara bahasa atau lughah memiliki definisi sebagai mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Secara umum, ijma menurut istilah diartikan sebagai kebulatan pendapat seluruh ahli ijtihad sesudah wafatnya Rasullallah SAW pada suatu masa atas sesuatu hukum syara’ Madjid, 67. Pada masa awal penerapan ijma, kegiatan ijma hanya dilakukan oleh para khilafah dan petinggi negara. Sehingga hasil musyawarah mereka kemudian dianggap sebagai perwakilan atas pendapat dari masyarakat atau umat muslim. Seiring berjalannya waktu, musyawarah kemudian melibatkan lebih banyak pihak terutama ahli ijtihad dan terus berlangsung sampai sekarang. Kemudian, pengertian dari ijma sendiri terus berkembang karena baik para ahli ushul fiqh maupun para ulama. Adapun ahli ushul fiqh yang menyampaikan pengertian ijma adalah; 1. Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali menyatakan bahwa ijma merupakan sebuah kesepakatan dari umat Nabi Muhammad SAW mengenai suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama. 2. Imam Al Subki Sedangkan menurut Imam Al Subki, ijma didefinisikan sebagai suatu kesepakatan dari para mujtahid setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan berkenaan dengan segala persoalan yang berkaitan dengan hukum syara. Sedangkan dari para ulama, berikut beberapa ulama ushul kontemporer yang mencoba menyampaikan pengertian ijma 3. Ali Abdul Razak Melalui buku yang disusun oleh Ali Abdul Razak dan bertajuk al Ijma Fi al Syari’at al Islamiyat. Beliau menerangkan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid Islam yang terjadi pada suatu masa dan atas perkara hukum syara. 4. Abdul Karim Zaidah Dalam bukunya yang berjudul al Wajiz Fi Ushul al Fiqh, Abdul Karim Zaidah menjelaskan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada suatu masa mengenai hukum syara’ setelah Rasullallah SAW wafat. Masih banyak pendapat lain yang mengemukakan mengenai pengertian dari ijma, namun yang pasti ijma merupakan kesepakatan para ahli atau para ulama dalam menyelesaikan suatu perkara atau persoalan yang berkaitan dengan agama Islam. Sehingga ketika ada masalah yang mengarah ke agama Islam, dan belum ada ketentuannya di dalam Al Quran maupun Al hadits . Maka dicari penyelesaiannya dengan ijma tadi, setelah didiskusikan oleh para ahli dan para ulama. Selain menggunakan ijma, perkara Islam juga diselesaikan dengan qiyas yang nanti dijelaskan di bawah. Jenis dan Macam-Macam Ijma Kemudian untuk jenis ijma sendiri, berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh para ulama ushul fiqh baik klasik maupun kontemporer. Sepakat bahwa ijma terbagi menjadi dua jenis, yaitu ijma Al Sarih dan Ijma’ Al Sukuti. 1. Ijma Al Sarih Ijma al sarih atau ijma sarih merupakan ijma dimana para ahli ijtihad atau ulama masing-masing mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lain. Istilah lain untuk menyebut ijma jenis ini cukup beragam. Ada yang menyebutnya ijma bayani, ijma qauli, ijma hakiki, dan lain sebagainya. Namun meskipun sebutannya berbeda, dari segi definisi tetaplah sama. Sehingga Anda bisa menyebutnya juga dengan ijma hakiki maupun sebutan lain yang mengarah pada ijma sarih. 2. Ijma Al Sukuti Jenis kedua adalah ijma al sukuti, yakni ijma yang terjadi ketika para ulama memutuskan untuk diam dimana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini adalah karena setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya. Selain pembagian ijma di atas masih ada lagi jenis ijma lain, seperti ijma salaby, ijma ulama madinah, ijma ulama kufah, ijma Khulafaur Rasyidin Abu Bakar dan Umar, dan ijma ahlul bait. Contoh Ijma Setelah memahami ijma dari penjelasan di atas, maka penting pula memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah dua sumber hukum Islam lainnya. Sedangkan untuk contoh dari ijma sendiri tentu cukup banyak, beberapa diantaranya adalah Daadakannya adzan dan iqomah dua kali di sholat Jumat, dan mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Diputuskannya untuk membukukan Al Quran dan dilakukan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq. Kesepakatan para ulama atas diharamkannya minyak babi. Menjadikan as sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Pengertian Qiyas Jika membahas mengenai ijma maka dibahas juga mengenai qiyas, pada pembahasan lebih lengkap juga akan dibahas mengenai Al Quran maupun hadits . Setelah memahami ijma, maka kini bisa mengenal dan memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Pengertian Qiyas Pengertian qiyas secara bahasa merupakan tindakan mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan. Secara istilah qiyas adalah menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. Sedangkan pengertian qiyas menurut beberapa ahli memang cukup beragam, tidak heran karena antara ijma dan qiyas memang cukup erat atau berdekatan. Sehingga ijma yang didefinisikan banyak ahli kemudian juga terjadi hal serupa pada qiyas. Berikut pendapat para ahli dan ulama mengenai definisi qiyas 1. Abdul Wahab Al Khallaf Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih, dijelaskan bahwa qiyas merupakan mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan kasus lain yang ada nash hukumnya, karena persamaan kedua itu dalam illat suatu sifat yang terdapat pada pokok dan sifat ini menurun pada cabangnya hukumnya. 2. Romli Dalam bukunya yang berjudul Muqaranah Mazahib Fil Ushul dijelaskan bahwa qiyas adalah kegiatan mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Dalam buku Ushul Fiqh yang lain, qiyas kemudian dijelaskan sebagai kegiatan mengukur dan mengamalkan, atau mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian mengamalkannya. 3. Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani Menjelaskan qiyas merupakan hubungan suatu persoalan yang tidak ada ketentuan hukumnya di dalam nash dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash, karena keduanya terdapat pertautan atau hubungan dan hukumnya adalah illat. 4. Syaikh Muhammad al Khudari Beik Disebutkan bahwa qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok asal kepada cabang atau persoalan baru yang tidak disebutkan nashnya karena adanya pertautan illat pada keduanya. Imam Syafi’i diketahui menjadi sebagai mujtahid pertama yang mengemukakan dan menerapkan qiyas. Imam Syafi’i menjelaskan mengenai sejumlah patokan kaidah dan asas-asasnya. Hanya saja, mujtahid sebelumnya juga diketahui pernah menggunakan qiyas namun belum membuat rumusan patokan dan asas. Sehingga masih banyak proses penerapan qiyas yang cenderung keliru, karena memang belum ada patokan yang jelas. Oleh sebab itu, Imam Syafi’i kemudian hadir memberi solusi dengan merumuskan sejumlah patokan dan asas, supaya penerapannya jelas dan menghindari terjadinya kesalahan. Meskipun metode dalam penerapan qiyas oleh Imam Syafi’i kemudian mendetail dengan segala asas, namun tetap dibuat praktis. Hal tersebut kemudian masih digunakan sampai sekarang dan membantu penerapan qiyas dalam keseharian umat muslim. Baca juga Pengertian Filsafat Islam Menurut Para Ulama Rukun Qiyas Untuk menentukan sebuah hukum dalam qiyas, semuanya harus memenuhi rukun yang ada dan sudah menjadi ketetapan baku. Rukun tersebut antara lain sebagai berikut. Rukun Qiyas Ashl asalMerupakan masalah asal atau pokok yang jadi permasalahan sudah AsalHukum asal juga harus jelas, apakah haram, sunnah, makruh mubah dan masalah cabang dari masalah asal. Biasanya merupakan akibat dari sebab yang yang menjadi alasan pensyariatan hukum Nah, apabila 4 rukun diatas ada, maka hasilnya adalah hukum pada masalah cabang. Jenis dan Macam Qiyas Pada dasarnya ijma dan qiyas juga memiliki beberapa jenis, khusus untuk ijma sudah dijelaskan di atas. Jenis Qiyas terdiri dari 3 jenis, yaitu Qiyas Illat, Qiyas Dalalah, dan Qiyas Shabah. Berikut penjelasannya. 1. Qiyas Illat Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illat kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya a. Qiyas Jali Jenis kedua dari qiyas adalah qiyas jali, yakni jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram tidak diperbolehkan untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi memukul atau menyakiti secara fisik. Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka. b. Qiyas Khafi Jenis ketiga adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya. Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kehataan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia. 2. Qiyas Dalalah Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan. 3. Qiyas Shabah Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan. Selain jenis yang dipaparkan di atas, baik ijma dan qiyas juga masih memiliki jenis yang beragam dan didasarkan pada dasar-dasar tertentu. Jenis di atas didasarkan pada illat dari perkara yang dibandingkan atau diukur satu sama lain. Qiyas juga dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan keserasian illat dengan hukum. Sehingga didapatkan dua jenis qiyas lagi, yaitu qiyas muatsir dan juga qiyas mulaim. Sedangkan jika didasarkan pada metode yang digunakan maka ada qiyas ikhalah, qiyas shabah, qiyas sabru, dan juga qiyas thard. Melalui penjelasan di atas, kemudian bisa diartikan secara sederhana bahwa qiyas adalah tindakan melakukan analogi atau perumpamaan. Sehingga bisa didapatkan hukum dari suatu persoalan yang memang belum ada dasar hukumnya dalam Islam. Segala sesuatu yang tidak ada di Al Quran, Al hadits , dan tidak pernah terjadi di zaman Nabi kemudian ditentukan hukumnya dengan ijma dan qiyas atau salah satunya. Sehingga menjadi jelas, apakah persoalan tersebut diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Baca juga 4 Sumber Hukum Islam yang Perlu Diketahui Contoh Qiyas Berhubung qiyas adalah analogi atau perumpamaan, maka contohnya adalah menentukan hukum halal haram dari narkotika. Narkotika tidak disebutkan dalam Al Quran dan Al hadits ,selain itu belum ada di zaman Nabi Muhammad SAW. Maka para ulama dan ahli ijtihad kemudian menganalogikan narkotika ini sebagai khamr minuman yang memabukan. Sebab sifat atau efek dari konsumsi narkotika sama atau bahkan lebih berbahaya dibanding minuman memabukan tadi. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa narkotika hukumnya haram. Contoh qiyas kedua, transaksi sewa menyewa saat adzan shalat jumat, hukumnya makruh. Sebagai ketentuan larangan jual beli pada saat adzan sholat jumat dalam 62 ayat 9. Contoh Qiyas lainnya, penerima wasiat yang membunuh pewasiat terhalang untuk mendapatkan wasiat. Hal ini diqiyaskan dengan ketentuan ahli waris yang membunuh pewaris terhalang untuk mendapatkan warisan sesuai hadis Rasulullah SAW, “Orang yang melakukan pembunuhan, tidak mendapatkan pusaka.” Pertanyaan Terkait Qiyas dan Ijma’ Berikut ini beberapa pertanyaan umum yang menyangkut Qiyas dan Ijma dan jawaban singkatnya. Apa Pengertian Qiyas?Qiyas merupakan menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. Apa itu Ijma?Ijma merupakan metode mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Apa Pengertian Qiyas Menurut Bahasa?Qiyas menurut bahasa adalah sebuah tindakan untuk mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan dengan sesuatu tersebut. Apa pengertian ijma Menurut Bahasa?Menurut bahasa ijma adalah sebagai mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Rekomendasi Buku Agama Islam Kontributor Pujiati Editor Ridwan Karim
PertanyaanTentang Sumber Ajaran Islam News Update. 36. allah swt memuliakan putra-putri nabi adam as, salah satunya dengan memberi kebebasan untuk memilih agama. bagaimana.
- Ijma' dan Qiyas merupakan dasar atau pokok hukum lain dalam agama Islam yang dijadikan sebagai rujukan dalam menetapkan hukum dan keputusan setelah Al-Qur'an dan berarti bahwa ijma' dan qiyas menjadi dasar/pokok hukum lain yang dapat dijadikan panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia bagi umat jurnal "Aksioma Al-Musaqoh Journal of Islamic Economics and Business Studies" yang diterbitkan STAI La Tansa Mashiro Rangkasbitung disebutkan, ijma’ merupakan suatu proses mengumpulkan perkara dan memberi hukum atasnya serta menyakininya. Sementara qiyas, merupakan suatu proses mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Namun Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam di Indonesia tidak menjadikan ijma' dan qiyas sebagai sumber ajaran agama yang ajaran pokoknya hanyalah bersumber dari Al-Qur'an dan hadis saja. Namun ijma' dan qiyas hanya dijadikan sebagai proses bukan produk atau hanya sumber paratekstual, demikian diwartakan dan qiyas umumnya sering digunakan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan yang tidak ada di dalam Al-Qur'an dan Ijma' dan Qiyas Para ulama bersepakat bahwa ijma' terbagi menjadi dua jenis, yakni1. Ijma' QauliIjma' qauli adalah ijma' di mana para ulama mengeluarkan pendapatnya secara lisan maupun tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh ijtihad lain. 2. Ijma' SukutiJenis kedua adalah ijma' sukuti, yakni ijma' yang terjadi ketika para ulama memutuskan untuk diam di mana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini dianggap menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya. Beberapa contoh ijma' di antaranya Diadakan azan dan iqamah sebanyak dua kali pada salat Jumat. Ketentuan ini mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Keputusan membukukan Al-Qur'an, yang dilakukan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq. Diharamkannya minyak babi sesuai kesepakatan para ulama. Menjadikan as-sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an. Sementara qiyas terdiri dari 3 jenis. Berikut penjelasannya1. Qiyas Illat Qiyas illat menentukan suatu hukum untuk dapat direntangkan, dibandingkan atau diukur kepada masalah yang lain, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang telah dibandingkan tersebut. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, di mana buah anggur merupakan makanan yang halal, namun saat anggur dibuat menjadi minuman, maka ia menjadi haram, karena minuman anggur mengandung alkohol yang memberikan efek memabukkan bagi orang yang Qiyas Dalalah Qiyas dalalah adalah jenis qiyas yang memperlihatkan kepada hukum yang didasarkan sesuai dengan dalil illat. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan air nabeez dengan arak, yang pada baik nabeez maupun arak adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukkan. 3. Qiyas ShabahQiyas shabah adalah qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk adalah mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang, di mana tindkan ini kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai juga Pengertian Muamalah, Contoh, dan Macam-Macamnya dalam Agama Islam Arti Ma'rifatullah Istilah dalam Islam & Berhubungan dengan Takwa - Sosial Budaya Penulis Dhita KoesnoEditor Addi M Idhom
Ijma dan, Qiyas, Pengertian, Jenis, dan, Contoh, Buku, Pengertian, Qiyas, Jika, membahas, mengenai, ijma, maka, dibahas, juga, mengenai, qiyas, pada, pembahasan
IJMA' DAN QIYAS MERUPAKAN SUMBER HUKUM DI DALAM ISLAM YANG TIDAK BOLEH - Seribu tahun lebih para ulama telah bersepakat bahwa sumberhukum dalam Islam selain Al-Qur’an dan Hadits juga ada Ijma’ dan Qiyas. Namun semenjak kemunculan segolongan kaum yg dengan jargonnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, telah terjadi pemangkasaan seakan Ijma’ dan Qiyas sdh tdk diperlukan nya adalah; Dari sekian banyak artikel yg mereka tuliskan , atau dari berbagai tausiah yg mereka sampaikan hampir tdk pernah mereka menyebutkan adanya Ijma’ dan Qiyas, namun mereka senantiasa menekankan agar ummat hanya kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits tersebut tampaknya memang sengaja mereka lakukan sebagai salah satu bagian dari usaha mereka untuk menjauhkan ummat islam dari kitab-kitab hasil karya para ulama yg mu’tabaroh , yg mana dari kitab-kitab tsb dalam mensarikan dari kandungan Al-Qur’an dan Hadits tidak terlepas adanya Ijma’ dan mensikapi fenomena tersebut, melalui status ini saya akan mencoba sedikit memaparkan tentang apa peran dan fungsi dari Ijma’ dan Qiyas yg sdh mulai ditinggal oleh HUKUM ISLAMKata-kata “Sumber Hukum Islam’ merupakan terjemahan dari lafazh Masâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syar’ dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syara’ yang diambil diistimbathkan daripadanya untuk menemukan hukum’.Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati muttafaq para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan mukhtalaf. Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.$ads={1}Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat di atas adalah istihsân, maslahah mursalah, istishâb, uruf, madzhab as-Shahâbi, syar’u man demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat sumber hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan.[4] Wahbah al-Zuhaili menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang telah disebutkan di atas dan yang ketujuh adalah ad-dzara’ ulama menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai metode sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ”كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟”، قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟”قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟”قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ”الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih dalam ijtihad”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya Muadz dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”.Baca juga - Amalan Agar Satu Rumah Menjadi Orang ShalihHal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus permasalahan.[8] Karena itu, pembahasan ini sementara kami batasi dua macam sumber hukum saja yaitu ijma’ dan dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya tekad terhadap sesuatu. disebutkan أجمع فلان على الأمر berarti berupaya di firman Allah Swt“Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu. kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’ .Kesepakatan’ itu dapat dikelompokan menjadi empat hal1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang mujtahid saja di suatu masa. Karena kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan MUJTAHIDMujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syaratSyarat pertama, memiliki pengetahuan sebagai berikutPertama. Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’ Memiliki pengetahuan tentang Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ kedua, memiliki pengetahuan tentang ushul ketiga, Menguasai ilmu itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan tentang maqasid al-Syariah tujuan syariat. Oleh karena itu seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua halpertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara sempurna,kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid IJMA’Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Kanjeng Nabi Muhammad Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun juga - Amalan Agar Satu Rumah Menjadi Orang ShalihSelanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini yang sudah disepakati garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus dinasakh.QIYASQiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum terhadap hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan QIYASJumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’ ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari siksa Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah Kejadian itu untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi hukum yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan kembali kepada Allah dan Rasul’ dalam masalah khilafiyah, tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang kalâlah’ kemudian ia berkata “Saya katakan pengertian kalâlah’ dengan pendapat saya, jika pendapat saya benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian dianalogikan tidak memiliki bapak dan yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan juga - Ijazah Mimpi Bertemu Rasulullah dari Habib Abdullah bin Abdul Qadir BilfaqihRUKUN QIYASQiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal1. Asal pokok, yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis Fara’ cabang, yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula Hukum al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun sekilas tentang Ijma’ dan ada A’ Kyai Sumarsam, Katib PCNU Lubuklinggau, Sumatera SelatanDemikian artikel " Ijma' Dan Qiyas Merupakan Sumber Hukum Di Dalam Islam Yang Tidak Boleh Dihilangkan "Wallahu a'lam BishowabAllahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -
Allpengunjung, bukankah usuluddin ada empat : al-Qur’an, al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas, tapi perhatikan armand, usuluddinnya adalah akal, bukan berdasar al-Qur’an , menolak al-Hadits, menentang ijma’ dan qiyas. mana jawaban pertanyaan ane tentang syarat2 nikah ? adakah persyaratan umur istri dalam kesahan pernikahan ?? Armand said :
Jelaskanpengertian dan kedudukan Ijma sharih dan ijma sukuti dilengkapi dengan contohnya! Jawaban: ljma' sharih/qouli/bayani, yaitu para mujtahid menyatakan
Pertanyaan: Setelah mempelajari materi baik di PPT maupun Video, jawablah pertanyaan berikut : Apa pengertian hukum islam menurut bahasa dan istilah? Sebutkan Sumber-sumber Hukum Islam! Jelaskan makna Al-qur’an, hadist, ijma, dan qiyas! Jelaskan tentang sumber hukum Islam yang di sepakati oleh jumhur ulama;
PengertianIjma dalam Islam. PENGERTIAN Ijma` (konsensus) adalah kesepakatan para imam mujtahid dari umat Islam atas hukum syara` (mengenai suatu masalah) pada suatu masa sesudah Nabi Muhammad ﷺ wafat. Pengertian lain dari ijma` sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, yaitu : “Kesepakatan seluruh Imam mujtahid dari kalangan kaum
OFa4cfl. 8xuej9na2m.pages.dev/3268xuej9na2m.pages.dev/408xuej9na2m.pages.dev/2128xuej9na2m.pages.dev/2188xuej9na2m.pages.dev/688xuej9na2m.pages.dev/2388xuej9na2m.pages.dev/168xuej9na2m.pages.dev/2538xuej9na2m.pages.dev/361
pertanyaan tentang ijma dan qiyas